Dalam
UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang
pertambangan Mineral dan batu bara, pasal yang memuat sanksi pidana diatur
dalam Bab XXIII tentang “Ketentuan Pidana”, yang didalamnya terdapat 8
(delapan) pasal mulai dari Pasal 158 s/d Pasal 165. UU ini dapat dipandang
sebagai hukum pidana administratif.
Mengacu pada isi UU Minerba ini dikenal adanya 3 (tiga) jenis izin) yaitu IUP, IPR, dan IUPK.
Untuk mendapatkan izin pertambangan tersebut harus memenuhi syarat
administratif. Dari sini jelas bahwa adanya ketentuan dalam Pasal 158 s/d 165 sejalan
dengan pandangan Barda Nawami Arief dalam bukunya yang berjudul ‘kapita selekta
hukum pidana” yang pada hakikatnya ketentuan pasal tersebut sebagai perwujudan
dari politik hukum pidana sebagai alat untuk menegakkan norma hukum
administrasi.
PASAL YANG
MEMUAT SANKSI PIDANA
Pasal 158
Setiap
orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1)
atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 159
Pemegang
IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal
105 ayat (4),Pasal 110, atau Pasal 111
ayat (1) dengan tidak benar atau
menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal 160
(1) Setiap
orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap
orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi
produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 161
Setiap
orang atau pemegang IUP Operasi Produksi
atau IUPK Operasi Produksi yang
menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan
dari pemegang IUP, IUPK, atau izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal
40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1),
Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal
104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 162
Setiap
orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang
IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat- syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 163
(1) Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh suatu badan
hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3
(satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.
(2) Selain
pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 164
Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, dan Pasal 162 kepada pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tamb ahan
berupa:
a. perampasan barang yang digunakan dalam
melakukan tindak pidana;
b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana; dan/atau
c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat
tindak pidana.
Pasal 165
Setiap
orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini
dan menyalahgunakan kewenangannya diberi
sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun
penjara dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
PASAL YANG DAPAT DIKENAKAN PIDANA DAN SANKSI PIDANA YANG DAPAT DIJATUHKAN
Aturan
Pidana yang dimuat dalam Bab XXIII mengenai ketentuan pidana, mengisyaratkan
bahwa terdapat masalah pokok hukum pidana terhadap tindak pidana di bidang
pertambangan mineral dan batubara. Penganalisaan mengenai unsur hukum pidana
dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 diuraikan sebagai berikut :
A.
TINDAK
PIDANA
Perbuatan –
perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang pertambangan
mineral dan batubara yakni :
1. Melakukan
usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 (1) atau ayat (5).
2. Dengan
sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1),
Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal
111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu
3. Melakukan
eksplorasi tanpa memiiki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau
Pasal 74 ayat 1
4. Mempunyai
IUP Eksplorasi tetapi melakukn kegiatan operasi produksi
5. Menampung,
memanfaatkan, melakukan pengolahan,dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral
dan batubara yang bukan dari pemegang IUP,IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 40 ayat (3), Pasal
43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), Pasal 81 ayat (2),
Pasal 103 ayat (2), Pasal 105 ayat (1)
6. Merintangi
atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah
memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2)
7. Mengeluarkan
IUP, IPR, IUPK yang bertentangan dengan undang-undang ini dan menyalahgunakan
kewenangannya[1]
Uraian
Pasal :
1.
Pasal 37, “IUP
diberikan oleh:
a. bupati/walikota
apabila WIUP berada di dalam satu
wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila
WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah
mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. Menteri apabila WIUP
berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari
gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan”.
Sanksi Pidana yang dapat
dijatuhkan :
1)
Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.0000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah)
2)
Pasal 160, Setiap orang yang
melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
3)
Pasal 161, Pemegang IUP Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)
2.
Pasal 40 ayat (3), “Pemegang
IUP yang bermaksud mengusahakan mineral
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya”.
Yang dimaksud pada ayat (2) adalah pemegang IUP yang
menemukan satu (1) jenis mineral atau batubara di WIUP yang dikelola diberikan
prioritas untuk mengusahakannya.
Sanksi Pidana yang dapat
dijatuhkan :
1)
Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.0000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2)
Pasal 161, Pemegang IUP Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
3.
Pasal 43 ayat (1), “Dalam hal kegiatan eksplorasi dan
kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau
batubara yang tergali wajib melaporkan
kepada pemberi IUP”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 159, Pemegang IUP dengan
sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
palsu kepada Pemberi IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)
4.
Pasal 43 ayat (2), “Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin
menjual mineral atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan
dan penjualan”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 161, Pemegang IUP Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
5.
Pasal 48, “IUP Operasi
Produksi diberikan oleh:
a. bupati/walikota
apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila
lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan
pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda
setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan; dan
c. Menteri apabila
lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di
dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari
gubernur dan bupati/walikota setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
1)
Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.0000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah)
2)
Pasal 161, Pemegang IUP Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)
6.
Pasal 67 ayat (1)
(1) Bupati/walikota
memberikan IPR terutama kepada penduduk
setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.
(2) Bupati/walikota
dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan
pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(3) Untuk memperoleh
IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemohon wajib menyampaikan surat permohonan
kepada bupati/walikota.
Sanksi Pidana yang
dapat dijatuhkan :
1)
Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IPR dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.0000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah)
2)
Pasal 161, Pemegang IUP Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)
7.
Pasal
70 huruf e, “Pemegang IPR wajib: menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 159, Pemegang IPR dengan
sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
8.
Pasal 74 ayat (1), “IUPK
diberikan oleh Menteri dengan memperhatikan
kepentingan daerah”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
1)
Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUPK dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.0000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah)
2)
Pasal
160, Setiap orang yang melakukan eksplorasi
tanpa memiliki IUPK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
3)
Pasal 161, Pemegang IUPK Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
9.
Pasal 74 ayat (5),“Pemegang
IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang
ditemukan tersebut.
Yang dimaksud pada pasal 2 yaitu IUPK diberikan oleh Menteri
untuk 1 (satu) jenis mineral logam atau batubara dalam 1 (satu) WIUPK
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUPK dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.0000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah)
10.
Pasal 81 ayat (1), “Dalam
hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan
studi kelayakan, pemegang IUPK Eksplorasi
yang mendapatkan mineral logam atau batubara yang tergali wajib melaporkan
kepada Menteri”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 159, Pemegang IUPK dengan
sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
11.
Pasal 81 ayat (2), “Pemegang
IUPK Eksplorasi yang ingin menjual mineral
logam atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan
izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 161, Pemegang IUPK Operasi
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan, penjualan mineral dan batubara
yang bukan dari pemegang IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)
12. Pasal 103 ayat (2), “ Pemegang IUP dan
IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil
penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya”.
Yang dimaksud pada ayat (1) adalah pemegang IUP dan IUPK
produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam
negeri
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 161, Pemegang IUP Operasi
Produksi atau IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan,
penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
13. Pasal
104 ayat (3), “Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang melakukan
pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR,
atau IUPK”.
Yang
dimaksud pada ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan kerja sama dengan
badan usaham koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau IUPK
Sanksi Pidana yang
dapat dijatuhkan :
Pasal 161, Pemegang
IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan,
melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan
dari pemegang IUP atau IUPK dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)
14. Pasal 105 ayat (1),
“Badan usaha yang tidak bergerak pada
usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang tergali
wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 161, Pemegang
IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan, penjualan
mineral dan batubara yang bukan dari pemegang
IUP dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
15. Pasal 105 ayat (4),
“Badan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) wajib menyampaikan
laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya”.
Yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Badan usaha
yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau
batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk
penjualan dimana IUP hanya dapat diberikan 1 (satu) kali penjualan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 159, Pemegang IUP dengan
sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
16. Pasal 110,
“Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan
seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya”.
Sanksi Pidana yang
dapat dijatuhkan :
Pasal 159, Pemegang IUP atau IUPK dengan
sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
17. Pasal 111 ayat (1),
“Pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan
laporan tertulis secara berkala atas
rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya”.
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
Pasal 159, Pemegang IUP dan IUPK dengan
sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
18.
Pasal
136 ayat (2), “Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh
pemegang IUP atau IUPK”.
Yang dimaksud pada ayat (1) adalah Pemegang IUP atau IUPK
sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah
dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanksi Pidana yang
dapat dijatuhkan :
Pasal
162, Setiap orang yang merintangi atau
mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi
syarat- syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
B.
PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA
Untuk adanya
pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dinyatakan
sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana tertentu. Masalah ini menyangkut
tentang “Subjek tindak pidana” yang sudah dirumuskan oleh pembuat undang-undang
tindak pidana yang bersangkutan.
Subjek hukum
pidana dalam UU minerba yaitu manusia dan badan hukum. Di dalam UU tersebut
selalu menyebut “setiap orang” sebagai subjek hukumnya yakni di Pasal 158,
Pasal 160, Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 165.
Sedangkan pada Pasal 163 ayat (1) bisa ditelaah atau dapat dikatakan
badan hukum merupakan subjek hukum dalam UU Mineba yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Namun, yang
sangat disayangkan dalam perumusan Pasal 163 yang berbunyi, “dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh suatu badan
hukum” Frasa yang bercetak tebal
tersebut dapat mengandung arti bahwa tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158,
159,160,161, dan Pasal 165 yang termasuk dalam bab ini dapat dilakukan oleh
badan Hukum. Padahal jelas dalam Penjelasan Pasal 165 bahwa “yang dimaksud dengan setiap orang adalah
pejabat yang menerbitkan IUP,IPR, atau IUPK”. Dengan demikian ada
Kontradiksi. Seharusnya dalam Pasal 163
langsung menyebut pasal-pasal yang dimaksudkan bukan menyebutkan “tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini”.
Dengan adanya
pasal 163 yang mengisyaratkan bahwa badan hukum juga termasuk subjek hukum yang
dapat dipertanggungjawabkan. Seharusnya pula ada pasal yang mengatur bagaimana
atau kapan korporasi itu dapat dipertanggungjawabkan pidana. Hal tersebut tentu
pada gilirannya akan menghambat proses penegakan hukum.[2]
C.
STETSEL
PIDANA
1.
Jenis
Sanksi Pidana
Dalam KUHP
tepatnya dalam Pasal 10 hanya dikenal dua jenis pidana, yakni “Pidana Pokok”
dan “Pidana Tambahan”. Barda Namawi Arief dalam bukunya yang berjudul
“Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia”, pernah menelaah perkembangan
aturan khusus (special rules) di luar
KUHP. Dimana salah satu hasil simpulan yang di dapat berkenaan dengan jenis
sanksi pidana adalah pembagian kelompok jenis pidana masih berorientasi pada
KUHP.[3]
Hal ini demikian
juga terjadi dalam UU Minerba. Jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan berupa
pidana pokok dan pidana tambahan. Selanjutnya bila dicermati ketentuan pidana
UU Minerba menggunakan pola ancaman pidana kumulatif dan alternatif.
2.
Berat/ringannya
pidana
Dalam KUHP
dikenal adanya ancaman pidana minimal umum, maksimal umum dan maksimal khusus.
Sehingga dalam menentukan berat ringannya pidana, hakim diberi kebebasan dari
minimal sampai maksimal sebagai reaksi yang yang pantas dari tindak pidana yang
dilakukan oleh terdakwa.
Ketentuan dalam
UU Minerba juga bila dicermati menganut hal yang sama sebagaimana diatur dalam
KUHP,hal yang demikian dinyatakan karena didalam pasal-pasalnya hanya memuat
ancaman pidana maksimal khusus, dan secara otomatis ketentuan minimal-maksimal
umum dalam KUHP berlaku bagi tindak pidana seagaimana diatur dalam UU Minerba
3.
Cara
pelaksanaan pidana
Dalam UU Minerba
mengancam pidana denda yang sangat tinggi terhadap manusia maupun badan hukum
namun tidak disertai dengan aturan tentang bagaimana pidana tersebut
dilaksanakan dan alternatif pidana pengganti bila denda tersebut tidak
dipenuhi. Dengan tidak diaturnya bagaimana pidana itu dilaksanakan maka akan
berpengaruh pada aktif atau tidaknya pidana dendam yang diancamkan.
Oleh karena itu,
layak diakhiri dengan mengetahkan pandangan Barda Nawami Arief, “suatu sistem sanksi pidana menyeluruh harus
pula mencakup kebijakan-kebijakan yang dapat diharpkan menjamin terlaksananya
sanksi pidana itu”.[4]
Referensi
:
Ade
Adhari,dkk. 2013. Jurnal Kebijakan Hukum
Pidana Terhadapa TP Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Diponegoro
Law Review
Barda
Nawawi Arief. 2011. Perkembangan Sistem
Pemidanaan di Indonesia Semarang: Pustaka Magister.
Muladi
dan Barda Nawawi Arief.1984. Teori-teori
dan Kebijakan Pidana, Bandung:Alumni
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
[1] Ade Adhari,dkk. 2013. Jurnal
Kebijakan Hukum Pidana Terhadapa TP Di Bidang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Diponegoro Law Review.
[2] ibid
[3] Barda Nawawi Arief, Perkembangan
Sistem Pemidanaan di Indonesia (Semarang: Pustaka Magister, 2011), halaman
19
[4] Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori
dan Kebijakan Pidana, (Bandung:Alumni, 1984), Hal 181
Mohon pencerahannya bu,kalo hasil minerba(batu bara)yang diperoleh dari sungai(batu bara yang hanyut dari exploitasi tambang)apakah harus memiliki izin iup/iupk untuk pengolahannya(dijual)
BalasHapus