1. Kedudukan
Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu
Kedudukan
ASN adalah NETRAL
Dalam
rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan
ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, besih dari praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam upaya menjaga netralitas ASN
dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan
persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran dan tenaga pada
tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik.
Penjelasan
Pasal 2 Huruf f juga menyatakan ‘Yang dimaksud dengan ‘asas netralitas’ adalah
bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan
tidak memihak kepada kepentingan siapapun. UU ASN secara tegas mengatur
pengekangan terhadap naluri PNS dalam berpolitik serta afiliasi kepada
pihak-phak yang berpolitik. UU ASN mengaturnya dengan jelas sebagaimana Pasal 9
yang berbunyi
(2) Pegawai ASN harus bebas dari
pengaruh dari intervensi semua golongan dan partai politik
Larangan bagi
PNS untuk berkampanye
UU
No.24 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden memberikan
pengertian dasar mengenai segala ikwal tentang kampanye. Berangkat dari hal-hal
itu, UU Pilpres 2008 ini mengharamkan bagi PNS untuk terlibat dalam kegiatan
kampanye kecuali sebagai peserta diam-diam atau sembunyi demi menjaga
netralitas sebagaimana norma dalam Pasal 41 ;
(2)
Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan ;
e. Pegawai
Negeri Sipil
(3) Setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut
serta sebagai pelaksana kampanye
(4) Sebagai peserta kampanye, pegawai negeri
sipil dilarang menggunakan atribut Partai Politik, Pasangan Calon, atau atribut
pegawai negeri sipil
PNS harus bebas politik praktis karena statusnya
sebagai perencana dan pelaksana pemerintahan harus mampu berbuat adil.
netralitas PNS tidak bisa seperti Polri dan TNI karena PNS juga mempunyai hak
pilih.
UU
Pilpres 2008 sangat tegas membatasi hak para PNS dengan menerapkan larangan
bagi PNS yang tercantum dalam Pasal 41 dan dilengkap dengan ancaman pada Pasal 211 (Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat
keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu calon atau Pasangan Calon dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (6) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan
dan denda paling sedikit Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan Pasal 218 (Setiap Pegawai
Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indoneisa, Kepala Desa, dan perangkat desa dan anggota badan permusyaratan desa
yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (3), dan ayat
(5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit RP. 13.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
2. Jaminan
Pensiun dan Jaminan Hari Tua
Mengacu
pada UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk
Jaminan Hari Tua dijelaskan dalam Pasal 35 ayat 2 yaitu ‘jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar
peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat
total tetap, atau meninggal dunia’. Selanjutnya dalam pasal 37 ayat 1
berbunyi manfaat jaminan hari tua berupa
uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun,
meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap, ayat 2 ; besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan
berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil
pengembangannya.
Sedangkan
Jaminan Pensiun sebagai balasan jasa terhadap pegawai negeri yang telah
bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Jaminan Pensiun dalam Pasal 39 ayat 2
diselenggarakan untuk mempertahankan
derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang
penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Dilanjutkan dalam ayat 4 dijelaskan bahwa usia
pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengacu
pada UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN yang diperkuat dengan PP No 21 Tahun 2014
tentang Pemberhentian Pegawai Ngeri Sipil Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi
Pejabat Fungsional dijelaskan dalam Pasal 2
ayat 2 yaitu ;
Batas Usia Pensiun
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yaitu ;
a. 58
(lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat fungsional Ahli Muda dan Ahli Pertama
serta Pejabat Fungsional Keterampilan
b. 60
(enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku 1. Jabatan
fungsional Ahli utama dan ahli madya, 2. Jabatan fungsional apoteker, 3.
Jabatan fungsional dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri, 4. Jabatan fungsional
dokter gigi yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri,
5. Jabatan fungsional dokter pendidik klinis muda dan pertama, 6. Jabatan
ungsional medik veteriner, 7.Jabatan fungsional penilik, 8.Jabatan fungsional
pengawas sekolah, 9.Jabatan fungsional widyaiswara madya dan muda atau
10.Jabatan fungsional lain yang ditentukan oleh presiden
c.
65 (enam puluh lima) tahun bagi pegawai
negeri sipil yang memangku ; 1.Jabatan fungsional peneliti utama dan peneliti
madya yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian, 2.Jabatan fungsional
dokter pendidik klinis utama dan madya, 3.Jabatan fungsional widyaiswara utama,
4. Jabtan fungsional pengawas radiasi utama, 5. Jabatan fungsional perekayasa
utama, 6. Jabatan fungsional pustakawan utama, 7. Jabatan fungsional pranata
nuklir utama; atau 8.Jabatan fungsional lain yang ditentuka oleh Presiden.
Lebih
lanjut dalam pasal 42 ‘besarnya jaminan
pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu
dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang ditanggung
bersama antara pemberi kerja dan pekerja
3. Rahasia
Jabatan
Rahasia
Jabatan adalah rahasia mengenai atau yang hubungannya dengan jabatannya, yang
ada hubungannya dengan instansi tertentu dan dibuat oleh pimpinan instansi yang
bersangkutan. Pada umumnya rahasia jabatan dapat berupa dokumen tertulis,
seperti surat, notulen rapat, peta, dan lain-lain; dapat berupa rekaman suara
dan dapat pula berupa perintah atau keputusan lisan dari seorang atasan.
Ditinjau
dari sudut kepentingannya,maka rahasia jabatan itu ditentukan tingkatan
klasifikasinya seperti sangat rahasia, rahasia, konfidensil atau terbatas.
Ditinjau
dari sudut sifatnya maka ada rahasia jabatan yang sifat kerahasiannya terbatas
pada waktu tertentu ada pula rahasia jabatan yang sifat kerahasiannya
terus-menerus.
Apakah
sesuatu rencana, kegiatan atau tindakan bersifat rahasia jabatan, begitu juga
tingkatan klasifikasi dan sampai bilamana hal itu menjadi rahasia jabatan,
harus ditentukan dengan tegas oleh pimpinan instansi yang bersangkutan
(Penjelasan Pasal 6 ayat 1 aline kedua UU No. 8 Tahun 1974)
Contoh
pelanggaran dalam rahasia jabatan ; Pegawai Dinas Kesehatan menjual sampel flu
burung kepada pihak asing demi keuntungan pribadi.
0 komentar:
Posting Komentar