Kini sang Bulan telah berada di
satu titik di atas sana, menggantikan matahari yang dari pagi tadi telah
melakukan tugasnya sampai senja sore. Kini jangkrik menghiasi sudut ruang di
luar sana, ditemani angs kunang-kunang yang beterbangan menambah riuh
kebisingan kota.
Disudut kamar dentuman dari jarum
jam terasa jelas masuk dan bergetar di dalam gendang telinga. Tugas untuk final
besok telah kuselesaikan dua puluh menit lalu sebelum aku merebahkan badan dan
mencoba menulisa senandung ini.
Kini cahaya hanya kudapat dari
pantulan cahaya yang lewat dari ventilasi pas di atas pintu dan cahaya yang
keluar dari gadget yang tepat lima belas cm di depan kelopak mata saya. Sengaja
ku matikan lampu kamar agar saat mataku telah lelah aku bisa cepat terlelap dan
melupakan kesenyapan yang ku buat ini.
Semenit yang lalu otakku memulai
untuk mengingat perbincangan yang minggu lalu kulakukan dengan salah satu boy
yang berasa di seberang sana. Entah ada angin apa yang mengusik otakku sehingga
membuatnya mulai mengingat perbincangan itu.
Tanpa kusadari telah ada senyum
manis yang kubuat beberapa detik yang lalu disaat tangan ini dengan lincahnya
membuat untaian ini sedangkan disisi lain otakku masih saja mencoba mengingat
dan menyortir kata-kata yang bisa membuat senyum ini semakin merekah.
Kututup kedua kelopak mata ini,
mengingat setiap detik saat perbincangan dengan si boy di ruang tengah minggu
siang kemaren dengan sebuah laptop dan tatapan yang hanya tertuju pada kolom
chat salah satu jejaring sosial. Aku mengingat hari itu adalah hari dimana
perbincangan kami dimulai lagi dari sekian waktu yang terlewat tanpa
perbincangan hangat itu.
Jemari tanganku ini terhenti untuk
beberapa detik, meresapi ingatan yang muncul kembali. Seperti tak ingin ku
lepas ingatan ini karena ternyata deru-deru angin mala rindu memberikan salam
kepadaku tanpa kusadari. Ada tiga kata saat pertengahan pembicaraan kami yang
membuatku tak henti untuk mengulangnya. Entah karena susunan katanya yang
sangat khas untuk didengar oleh telingaku ini, atau karena kata tersebut
sebenarnya memang telah mengambil satu ruang di dalam tubuhku ini yang
membuatku terpikat saat kata itu dituliskan atau diucapkan untukku dan aku
menerimanya dengan indraku.
“Mau kemana lagi “
tiga kata itu kini aku lihat lagi di layar ini, tapi
kini jemariku ini yang membuatnya sendiri seakan memberiku hawa kedamaian, mengelus-ngelus
kelopak mata ini dan membuatnya perlahan-lahan ingin tertutup dan meninggalkan
kesan manis sebelum kuahiri sang malam
0 komentar:
Posting Komentar