Penegakan Hukum yang Berkeadilan Dalam Perspektif Hermeneutika



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Keadilan  telah  menjadi  pokok  pembicaraan  serius  sejak  awal  munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat  etik,  filosofis,  hukum,  sampai  pada  keadilan  sosial.  Banyak  orang  yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia. 
 

PENGERTIAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU DI INDONESIA



1.    Pengertian Anak Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Dalam KUHP tidak ditemukan secara jelas definisi tentang anak, melainkan hanyalah definisi tentang “belum cukup umur (minderjarig)”, serta beberapa definisi yang merupakan bagian atau unsur dari pengertian anak yang terdapat pada beberapa pasalnya.  Seperti pada Bab IX yang memberikan salah satu unsur pengertian tentang anak pada pasal 45 yang berbunyi :
“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut..”
 

DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN APARAT PENEGAK HUKUM DITINJAU DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI HUKUM



Pengambilan keputusan menurut Baron adalah suatu proses terjadinya identifikasi masalah, menetapkan tujuan pemecahan, pembuatan keputusan awal, pengembangan dan penilaian alternatif-alternatif, serta pemilihan salah satu alternatif yang kemudian dilaksanakan dan ditindaklanjuti.[1] Hukum merupakan seperangkat aturan yang dibuat bertujuan untuk mengatur perilaku manusia. Agar hukum dapat ditegakkan, maka perlu kerjasama dan keterlibatan semua pihak. Secara Formal penegakan hukum melibatkan polisi, jaksa, hakim, dan advocat. Namun selama ini penegakan hukum di Indonesia, terkesan hanya bersandar pada hakim, padahal tidak hanya dibeban pada hakim, tetapi termasuk bagian tugas polisi sebagai penyidik dan jaksa sebagai sebagai penuntut umum yang sering disebut dengan istilah ‘criminal justice system” (Ridwan, 2008).  Secara luas, penegakan hukum tidak hanya bersandar pada aparat penegak hukum, tetapi seluruh elemen masyarakat harus berkontribusi dalam penegakan hukum.
 

Analisis Pasal 81 – Pasal 90 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak




1.    Pasal 81
(1)   Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)   Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 

ALIRAN UTILITIAS




Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan-aturan ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan radikal di zamannya. Utilitarianisme secara utuh dirumuskan oleh Jeremy Bentahm dan dikembangkan secara lebih luas oleh James Mill dan John Stuart Mill. Jeremy Bentham sebagai penemunya menunjuk banyak dari karyanya pada kecaman-kecaman yang hebat atas seluruh konsepsi hukum alam. Bentham tidak puas dengan kekaburan dan ketidaktepatan teori-teori tentang hukum alam, dimana utilitarianisem megetengahkan salah satu dari gerakan-gerakan periodik dari yang abstrak hingga yang konkret, dari yang idealistis hingga yang materialistis, dari yang apriori hingga yang berdasarkan pengalaman. Gerakan aliran ini merupakan ungkapan-ungkapan/tuntutan-tuntutan dengan ciri khas abad kesembilan belas.